Kamis, 10 Maret 2016

laporan pendahuluan ikterus neunatus



LAPORAN PENDAHULUAN
IKTERUS NEONATUS


a.        Pengertian
Perkataan “ikterus” berarti jaringan tubuh berwarna kekuning-kuningan, meliputi kekuningan pada kulit dan jaringan dalam (Guyton Arthur. C, 2011)
Apabila konsentrasi biliburin dalam darah mengalami peningkatan yang abnormal, semua jaringan tubuh yang mencakup sklera dan kulit akan berubah warna menjadi kuning kehijauan.
Iketrus tampak sebagai gejala klinis yang nyata apabila kadar bilirubin serum tampak sebagai gejala klinis yang nyata apabila kadar bilirubin serum melampaui 2-2,5 mg/dl (S I : 34 – 43 u mol/l)(Smeltzer Suzanne dan Brenda G. Bare, 2010)
Ikterus berbeda dengan hiperbilirubinemia. Ikterus adalah warna kuning pada kulit, konjungtiva dan mukosa akibat penumpukan bilirubin.
Sedangkan hiperbilirubinia adalah iketrus dengan  konsentrasi bilirubin serum yang menjurus kearah terjadinya kernikterus {perubahan bangsal ganglia dalam otak menjadi warna empedu sehingga mengakibatkan defenisi mental. Terjadi pada ikterus gravis neonatorum (Mansjor Arif dkk. 2009)
Menurut WHO (2012) dalam fajriah (2013) Ikterus adalah warna kuning yang tampak pada kulit dan mukosa karena peningkatan kadar bilirubin dalam darah. Ikterus Fisiologis merupakan konsentrasi bilirubin serum pada bayi baru lahiryang meningkat 6,5-7,0 mg% dan menurun secara bertahap sampai kurang dari 1,5 mg% pada hari ke 10 surjono (2007) dalam fajriah (2013). Ikterus fatologis adalah suatu kondisi bayi baru lahir dengan kader bilirubin total lebih dari 10 mg% pada minggu pertama alimul (2008) dalam fajriah (2013).
b.        Etiologi
Menurut Smeltzer dan Brenda G. Bare (th 2001), berdasarkan penyebabnya, ikterus dapat dibagi menjadi :
a.       Ikterus Hemolitik
Ikterus hemilitik disebabkan karena destruksi sel darah merah yang menyebabkan pengaliran bilirubin yang sangat cepat kedalam darah sehingga hati yang sekalipun fungsinya masih normal tidak mampu lagi mengeksresikan bilirubin secepat proses pembentukannya.
b.      Ikterus Hepatoselurel
Ikterus hepatoseluler disebabkan karena ketidakmampuan sel hati yang rusak untuk membersihkan biliburin yang jumlahnya masih normal didalam darah. Kerusakan sel hati ini dapat terjadi karena infeksi, seperti pada kapasitas virus (misalnya, hepatitis A, B, C, D atau E) atau virus lain yang meyerang hati, karena obat-obatan / introksikasi zat kimia (missal : karbon tetraklorida, klorofom, fosfor, arsen) atau karena alkohol.
c.       Ikterus Obstruktif
Ikterus obstruktif tipe ekstrahepatik dapat terjadi akibat penyumbatan saluran empedu oleh batu empedu, proses inflamasi tumor atau oleh tekanan dari sebuah organ yang membesar.
Obstruksi intrahepatik yang disebabkan oleh statis dan pengentalan empedu didalam kanalikunalis dapat terjadi setelah minum obat-obat. “kolestatik”. Obat-obat ini mencakup golongan fenotiasin, obat antitiroid, sulfonylurea, anti depresan, triskiklik, dan nitrofurantoin.
Pada ikterus obstruktif, bilirubin terutama dalam bentuk “konjugasi”. Perbedaan penting antara bilirubin bebas dan konjugasi adalah bahwa ginjal dapat mengeluarkan sejumlah kecil bilirubin terkonjugasi dengan kelarutan tinggi tetapi bukan ikatan albumin bilirubin bebas. Oleh karena itu, pada ikterus obstruktif, berat. Sejumlah bilirubin terkonjugasi yang bermakna terlihat dalam urin. Keadaan ini dapat diperlihatkan hanya dengan mengocok urin dengan mengamati busanya, yang menjadi berwarna sangat kuning. (Guyton Erthur C. 1997).

c.         Klasifikasi
Menurut Hanifa (1987) dalam Tarigan (2012) ikterus dapat diklasifikasikan menjadi 3 macam antara lain:
1.      Ikterus Fisiologis merupakan Ikterus pada neonatus tidak selamanya patologis. Ikterus fisiologis adalah Ikterus yang memiliki karakteristik sebagai berikut:
Timbul pada hari kedua-ketiga.
·         Kadar Biluirubin Indirek setelah 2 x 24 jam tidak melewati 15 mg% pada neonatus cukup bulan dan 10 mg % pada kurang bulan.
·         Kecepatan peningkatan kadar Bilirubin tak melebihi 5 mg % per hari
·         Kadar Bilirubin direk kurang dari 1 mg %
·         Ikterus hilang pada 10 hari pertama
·         Tidak terbukti mempunyai hubungan dengan keadan patologis tertentu
2.      Ikterus Patologis / Hiperbilirubinemia Adalah suatu keadaan dimana kadar Bilirubin dalam darah mencapai suatu nilai yang mempunyai potensi untuk menimbulkan Kern Ikterus kalau tidak ditanggulangi dengan baik, atau mempunyai hubungan dengan keadaan yang patologis. Brown menetapkan Hiperbilirubinemia bila kadar Bilirubin mencapai 12 mg% pada cukup bulan, dan 15 mg % pada bayi kurang bulan. Utelly menetapkan 10 mg% dan 15 mg%.
3.      Kern Ikterus Adalah suatu kerusakan otak akibat perlengketan Bilirubin Indirek pada otak terutama pada Korpus Striatum, Talamus, Nukleus Subtalamus, Hipokampus, Nukleus merah , dan Nukleus pada dasar Ventrikulus IV.

d.        Patofisiologi
Terdapat 4 mekanisme umum dimana hiperbilirubin dan ikterus dapat terjadi :
1.      Pembentukan bilirubin secara berlebihan
2.      Gangguan pengambilan bilirubin tak terkonjugasi oleh hati
3.      Gangguan konjugasi bilirubin.
4.      Penurunan eksresi bilirubin terekonjugasi dalam empedu akibat faktor intra hepatic yang bersifat opbtruksi fungsional atau mekanik.
Hiperbilirubinnemia tak terkonjugasi terutama disebabkan oleh tiga mekanisme yang pertama, sedangkan mekanisme yang kempat terutama mengakibatkan terkonjugasi.
1.      PEMBENTUKAN BILIRUBIN SECARA BERLEBIHAN
Penyakit hemolitik atau peningkatan kecepatan dekstruksi sel darah merah merupakan penyebab utama dari pembentukan bilirubin yang berlebihan . ikterus yang timbul sering disebut ikterus hemolitik. Konjugasi dan transfer pigmen empedu berlangsung normal, tetapi suplai bilirubin tak terkonjugasi melampaui kemampuan. Beberapa penyebab ikterus hemolitik yang sering adalah hemoglobin abnormal (hemoglobin S pada anemia sel sabit). Sel darah merah abnormal (sterositosis heredeter), anti body dalam serum  (Rh atau autoimun), pemberian beberapa obat-obatan, dan beberapa limfoma atau pembesaran (limpa dan peningkatan hemolisis).
Sebagian kasus ikterus hemolitik dapat diakibatkan oleh peningkatan  destruksi sel darah merah atau prekursornya dalam sel-sel tulang (talasemia, anemia persuisiosa, porviria). Proses ini dikenal sebagai eritropoiesis tak efektif kadar biliburin tak terkonjugasi yang melebihi 20 mg/100 ml pada bayi dapat megakibatkan Kern Ikterus
2.      GANGGUAN PENGAMBILAN BILIRUBIN
Pengambilan bilirubin tak terkonjugasi yang terikat abulmin oleh sel-sel hati dilakukan dengan memisahkan dari albumin dan meningkatkan pada protein penerima. Hanya beberapa obat yang telah terbukti menunjukkan pengaruh terhadap pengambilan bilirubin oleh sel-sel hati, asam flafas pidat (dipakai untuk mengobati cacing pita), nofobiosin, dan beberapa zat warna kolesistrografik. Hiperbilirubinemia tak terkonjugasi dan ikterus biasanya menghilang bila obat yang menjadi penyebab dihentikan. Dahulu Ikterus Neonatal dan beberapa kasus sindrom Gilbert dianggap oleh defisiensi protein penerima dan gangguan dalam pengambilan oleh hati. Namun kebanyakan pada kasus demikian, telah ditemukan defisiensi glukoronil tranferase sehingga keadaan ini terutama dianggap sebagai cacat konjugasi bilirubin.
3.      GANGGUAN KONJUGASI BILIBURIN.
Hiperbiliburinemia tak terkonjugasi yang ringan (< 12,9/100 ml) yang mulai terjadi pada hari kedua sampai kelima lahir disebut Ikterus Fisiologi pada neonates. Ikterus Neonatal yang normal ini disebabkan oleh kurang matangnya enzim glukoronik transferase. Aktivitas glukoronil transferase biasanya meningkat beberapa hari setelah lahir sampai sekitar minggu kedua, dan setelah itu Ikterus akan menghilang.
Kern Ikterus atau Bilirubin ensolepati timbul akibat penimbunan bilirubin tak terkonjugasi pada daerah basal ganglia yang banyak lemak. Bila keadaan ini tidak diobati maka akan terjadi kematian atau kerusakan Neorologik berat tindakan pengobatan saat ini dilakukan pada Neonatus dengan Hiperbiliruninemia tak terkonjugasi adalah dengan fototerapi.
Fototerapai berupa pemberian sinar biru atau sinar flouresan atau (gelombang yang panjangnya 430 sampai dengan 470 nm) pada kulit bayi yang telanjang. Penyinaran ini menyebabkan perubahan structural Bilirubin (foto isumerisasi) menjadi isomer-isomer yang larut dalam air, isomer ini akan diekresikan dengan cepat kedalam empedu tanpa harus dikonjugasi terlebih dahulu (femobarbital Luminal) yang meningkat aktivitas glukororil transferase seringkali dapat menghilang ikterus pada penderita ini.

4.      PENURUNAN EKSKRESI BILIRUBIN TERKONJUGASI
Gangguan eksresi bilirubin, baik yang disebabkan oleh factor-faktor fungsional maupun obstruksi, terutama mengakibatkan  hiperbilirubinemia terkonjugasi. Karena bilirubin terkonjugasi larut dalam air, maka bilirubin ini dapat dieksresi kedalam kemih, sehingga menimbulkan bilirubin dan kemih berwarna gelap. Urobilinogen feses dan urobilinogen kemih sering berkurang sehingga terlihat pucat. Peningkatan kadar bilirubin terkonjugasi dapat disertai bukti-bukti kegagalan  ekresi hati lainnya, seperti peningkatan kadar fostafe alkali dalam serum, AST, kolesterol, dan garam-garam empedu. Peningkatan garam-garam empedu dalam darah menimbulkan gatal-gatal pada ikterus. Ikterus yang diakibatkan oleh hiperbilirubinemia tak terkonjugasi. Perubahan warna berkisar dari kuning jingga muda atau tua sampai kuning hijau bila terjadi obstruksi total aliran empedu perubahan ini merupakan bukti adanya ikterus obstruktif. Kolestatis dapat bersifat intrahepatik (mengenai sel hati, kanalikuli, atau kolangiola) atau ekstra hepatic (mengenai saluran empedu di luar hati). Pada kedua keadaan ini terdapat gangguan niokimia yang sama.











e.         Pathway
NANDA (2013) WOC ikterus dapat dijabarkan sebagai berikut:
hemoglobin

Heper tidak mampu melakukan konjugasi
Suplai biirubin melebihi tampungan heper
Peningkatan destruksi eritrosit (ggn konjungsi bilirubin /gangguan transport bilirubin/ peningkatan siklus enteropetik) hb dan eritrosit abnormal
Pemecahan bilirubin berlebihan
biliverdin
globin
feco
hemo
Ikterus neonatus
Ikterus pada seklera leher dan badan, peningkatan bilirubin indirect > 12 mg/dl
Sebagian masuk kembali ke siklus merohepatik
Kerusakan integritas kulit
Sinar dengan intesitas tinggi
Risiko cedera
Kurangnya volume cairan tubuh
Indikasi foto terapi
Hipertermiimi
Gangguan suhu tubuh
Peningkatan bilirubin unjongned dalam darah               pengeluaran meconium
Terlambat/obstruksi usus         tinja berwarna pucat
Kurangnya informasi ke orang tua

Persepsi yag salah
Kurang pengetahuan orang tua/keluarga
Kegagalan mekanisme reguler
pemajanan suhu lingkungan yang ekstrem
radiasi
 




























f.         Tanda dan Gejala
Ikterus pada bayi baru lahir dapat merupakan gejala fisiologis dan dapat merupakan hal patologis. Ikterus baru dikatakan fisiologis apabila sesudah pengamatan dan pemeriksaan . selanjutnya tidak menunjukkan dasar pathologis dan tidak mempunyai potensi berkembang menjadi kernikterus. (ludianingrum, 2008).
Ada beberapa keadaan ikterus yang cenderung menjadi patologik :
a.       Ikterus yang terjadi pada 24 jam pertama setelah lahir
b.      Peningkatan kadar bilirubin sebanyak 5 mg/dl atau lebih setiap 24 jam.
c.       Ikterus yang disertai :
-        Berat lahir < 2000 gr
-        Masa gestasi < 36 minggu
-        Asifiksia, hipoksia, sindrom gawat napas pada neonates
-        Infeksi
-        Trauma lahir pada kepala
-        Hipolikemia, hiperkarbia
-        Hiperosmolaritas darah
-        Proses hemolisis < inkompatibilitas darah, difesiensi G6PD atau sepsis
d.      Ikterus klinis yang menetap setelah bayi berusia > 8 hr – 14 hr (Mansjoer Arif dkk. 2000)
Menurut Smeltzer Suzanne dan Brenda G. Bare, penderita tipe ikterus hemolitik tidak mengalami gejala atau kompliikasi sebagai akibat dari iketrus itu sendiri, kecuali jika hiperbilirubinemia yang dideritanya sangat ekstrim. Namun demikaian, ikterus yang berlangsung lama sekalipun ringan merupakan predisposisi terbentuknya “batu pigmen” dalam kandung empedu, dan ikterus yang sangat berat (yaitu, pada pasien yang kadar bilirubin bebas diatas 20-25 mg/dl) akan membawa resiko yang nyata untuk kemungkinan terjadinya kerusakan batang otak.
Pasien ikterus hepatoseluler bisa menderita sakit yang ringan atau berat dengan gejala : kurangnya selera makan , mual, muntah, perasaan lemah, lesu dan mungkin pula penurunan berat badan, turgor kulit menurun, mukosa kering dan kadang terjadi diare pasien ikterus obstruktif memiliki gejala terjadinya perubahan warna kuning pada kulit, sclera serta membrane mukosa. Urin berwarna sangat kuning dan berbuih karena terjadinya penurunan jumlah empedu. Dalam saluran cerna, tinja akan tampak berwarna cerah atau pekat. Kulit dapat terasa sangat gatal sebagai pasien harus mandi berkali-kali. Dyspepsia dan toleransi terhadap makanan berlemak dapat terjadi karena gangguan pencernaan lemak tanpa adanya empedu dalam intestinum. Terjadi peningkatan nadi, dan kadang suhu meningkat.

g.        Pemerisaan Penunjang
Menurut Irwana (2009) pemeriksaan penunjang pada ikterius  antara lain:
1)      Darah rutin
Pemeriksaan darah dilakukan untuk mengetahui adanya suatu anemia dan juga keadaan infeksi.
2)      Urin
Tes yang sederhana yang dapat kita lakukan adalah melihat warna urin dan melihat apakah terdapat bilirubin di dalam urin atau tidak.
3)      Bilirubin
Penyebab ikterus yang tergolong prehepatik akan menyebabkan peningkatan bilirubin indirek. Kelainan intrahepatik dapat berakibat hiperbilirubin indirek maupun direk. Kelainan posthepatik dapat meningkatkan bilirubin direk.
4)      Aminotransferase dan alkali fosfatase
5)      Tes serologi hepatitis virus
IgM hepatitis A adalah pemeriksaan diagnostik untuk hepatitis A akut. Hepatitis B akut ditandai oleh adanya HBSAg dan deteksi DNA hepatitis B.
6)      Biopsi hati
Histologi hati tetap merupakan pemeriksaan definitif untuk ikterus hepatoseluler dan beberapa kasus ikterus kolestatik (sirosis biliaris primer, kolestasis intrahepatik akibat obat-obatan (drug induced).
7)      Pemeriksaan pencitraan
Pemeriksaan pencitraan sangat berharga ubtuk mendiagnosis penyakit infiltratif dan kolestatik. USG abdomen, CT Scan, MRI sering bisa menemukan metastasis dan penyakit fokal pada hati.
8)      Endoscopic Retrograd Cholangiopancreatography (ERCP) dan PTC (Percutans Transhepatic Colangiography).
ERCP merupakan suatu perpaduan antara pemeriksaan endoskopi dan radiologi untuk mendapatkan anatomi dari sistim traktus biliaris (kolangiogram) dan sekaligus duktus pankreas (pankreatogram). ERCP merupakan modalitas yang sangat bermanfaat dalam membantu diagnosis ikterus bedah dan juga dalam terapi sejumlah kasus ikterus bedah yang inoperabel.
Indikasi ERCP diagnostik pada ikterus bedah meliputi:
1)      Kolestasis ekstra hepatik
2)      Keluhan pasca operasi bilier
3)      Keluhan pasca kolesistektomi
4)      Kolangitis akut
5)      Pankreatitis bilier akut.
Di samping itu kelainan di daerah papila Vateri (tumor, impacted stone) yang juga sering merupakan penyebab ikterus bedah dapat terlihat jelas dengan teknik endoskopi ini
h.        Komplikasi
Menurut Menurut Irwana (2009), komplikasi  terjadi kernicterus yaitu kerusakan otak  akibat perlengketan bilirubin  indirek pada otak dengan gambaran klinik:
1.      Letargi/lemas
2.      Kejang
3.      Tak mau menghisap
4.      Tonus otot meninggi, leher kaku dan akhirnya opistotonus
5.      Bila bayi hidup pada umur lebih lanjut dapat terjadi spasme otot, epistotonus, kejang
6.      Dapat tuli, gangguan bicara, retardasi mental

i.          Penatalaksanaan
Manajemen/Tata laksana
·         Mulai terapai sinar bila ikterus diklasifikasikan sebagai ikterus dini atau kemungkinan ikterus berat (table 1).
·         Ambil sampel darah bayi dan periksa kadar bilirubin, bila memungkinkan :
-        Tentukan apakah bayi memiliki salah satu factor resiko (berat lahir < 2500 gram atau umur kehamilan < 37 minggu, hemolisis atau sepsis) :
-        Bila kadar biliburin serum dibawah kadar memrlukan terapi sinar ( table 2) hentikan terapi sinar, lanjutkan terapi sinar.
·         Bila ada riwayat ikterus hemolitik, atau inkompatibilitas factor Rh atau golongan darah ABO pada kelahiran sebelumnya :
-        Ambil sampel darah bayi dan ibu dan periksa kadar hemoglobin, golongan darah bayi dan uji Coombs :
-        Bila tidak ada bukti factor Rh atau golongan darah ABO sebagai penyebab hemolisis, atau bila ada riwayat keluarga defisiensi G6PD, lakukan pemeriksaan G6PD, bila memungkinkan.
·         Bila hasil pemeriksaan kadar biliburin dan uji lain telah diperoleh, tentukan kemungkinan diagnosisnya (lihat tabel)
Terapi suportif :
·         Minuman ASI atau pemberian ASI peras
·         Infuse cairan dengan dosis rumatan
PEMANTAUAN (MONITORING)
Terapi :
·         Bilirubin pada kulit dapat menghilang dengan cepat dengan terapi sinar. Warna kulit tidak dapat digunakan sebagai petunjuk untuk menentukan kadar bilirubin serum selam bayi mendapat terapi sinar dan selama 24 jam setelah dihentikan.
  • Pulangkan bayi bila terapi sinar sudah tidak diperlukan, bayi minum dengan baik, atau bila sudah tidak ditemukan masalah yang membutuhkan perawatan dirumah sakit.
  • Ajari ibu untuk menilai ikterus dan beri nasehat pada ibu untuk kembali bila terjadi ikterus lagi.
j.        Asuhan Keperawatan
Untuk memberikan keperawatan yang paripurna digunakan proses keperawatan yang meliputi Pengkajian, Perencanaan, Pelaksanaan dan Evaluasi.
Pengkajian
1.      Riwayat orang tua :
Ketidakseimbangan golongan darah ibu dan anak seperti Rh, ABO, Polisitemia, Infeksi, Hematoma, Obstruksi Pencernaan dan ASI.
2.      Pemeriksaan Fisik :
Kuning, Pallor Konvulsi, Letargi, Hipotonik, menangis melengking, refleks menyusui yang lemah, Iritabilitas.
3.      Pengkajian Psikososial :
Dampak sakit anak pada hubungan dengan orang tua, apakah orang tua merasa bersalah, masalah Bonding, perpisahan dengan anak.
4.      Pengetahuan Keluarga meliputi :
Penyebab penyakit dan pengobatan, perawatan lebih lanjut, apakah mengenal keluarga lain yang memiliki yang sama, tingkat pendidikan, kemampuan mempelajari Hiperbilirubinemia (Cindy Smith Greenberg. 1988)
Diagnosa Keperawatan
1.      Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kegagalan mekanisme regulasi
2.      Peningkatan suhu tubuh (hipertermi) berhubungan dengan pemajanan suhu lingkungan yang ekstrem
3.      kerusakan integritas kulit berhubungan dengan hiperbilirubinemia dan diare






Intervensi Keperawatan

No
Diagnosa keperawatan

Tujuan dan Kriteria Hasil
Intervensi
1
Defisit Volume cairan

Definisi : Penurunan cairan intravaskuler, interstisial, dan/atau intrasellular. Ini mengarah ke dehidrasi, kehilangan cairan dengan pengeluaran sodium

Batasan Karakteristik :
-    Kelemahan
-    Haus
-    Penurunan turgor kulit/lidah
-    Membran mukosa/kulit kering
-    Peningkatan denyut nadi, penurunan tekanan darah, penurunan volume/tekanan nadi
-    Pengisian vena menurun
-    Perubahan status mental
-    Konsentrasi urine meningkat
-    Temperatur tubuh meningkat
-    Hematokrit meninggi
-    Kehilangan berat badan seketika (kecuali pada third spacing)
Faktor-faktor yang berhubungan:
-    Kehilangan volume cairan secara aktif
-    Kegagalan mekanisme pengaturan

NOC:
v  Fluid balance
v  Hydration
v  Nutritional Status : Food and Fluid Intake
Kriteria Hasil :
v  Mempertahankan urine output sesuai dengan usia dan BB, BJ urine normal, HT normal
v  Tekanan darah, nadi, suhu tubuh dalam batas normal
v  Tidak ada tanda tanda dehidrasi, Elastisitas turgor kulit baik, membran mukosa lembab, tidak ada rasa haus yang berlebihan


NIC :
Fluid management
·         Timbang popok/pembalut jika diperlukan
·         Pertahankan catatan intake dan output yang akurat
·         Monitor status hidrasi ( kelembaban membran mukosa, nadi adekuat, tekanan darah ortostatik ), jika diperlukan
·         Monitor vital sign
·         Monitor masukan makanan / cairan dan hitung intake kalori harian
·         Kolaborasikan pemberian cairan  IV
·         Monitor status nutrisi
·         Berikan cairan IV pada suhu ruangan
·         Dorong masukan oral
·         Berikan penggantian nesogatrik sesuai output
·         Dorong keluarga untuk membantu pasien makan
·         Tawarkan snack ( jus buah, buah segar )
·         Kolaborasi dokter jika tanda cairan berlebih muncul meburuk
·         Atur kemungkinan tranfusi
·         Persiapan untuk tranfusi
Hypovolemia Management
v  Monitor status cairan termasuk intake dan ourput cairan
v  Pelihara IV line
v  Monitor tingkat Hb dan hematokrit
v  Monitor tanda vital
v  Monitor responpasien terhadap penambahan cairan
v  Monitor berat badan
v  Dorong pasien untuk menambah intake oral
v  Pemberian cairan Iv monitor adanya tanda dan gejala kelebihanvolume cairan
v  Monitor adanya tanda gagal ginjal
2
Hipertermia

Definisi : suhu tubuh naik diatas rentang normal

Batasan Karakteristik:
·         kenaikan suhu tubuh diatas rentang normal
·         serangan atau konvulsi (kejang)
·         kulit kemerahan
·         pertambahan RR
·         takikardi
·         saat disentuh tangan terasa hangat

Faktor faktor yang berhubungan :
-          penyakit/ trauma
-          peningkatan metabolisme
-          aktivitas yang berlebih
-          pengaruh medikasi/anastesi
-          ketidakmampuan/penurunan kemampuan untuk berkeringat
-          terpapar dilingkungan panas
-          dehidrasi
-          pakaian yang tidak tepat
NOC : Thermoregulation
Kriteria Hasil :
v  Suhu tubuh dalam rentang normal
v  Nadi dan RR dalam rentang normal
v  Tidak ada perubahan warna kulit dan tidak ada pusing

NIC :
Fever treatment
§  Monitor suhu sesering mungkin
§  Monitor IWL
§  Monitor warna dan suhu kulit
§  Monitor tekanan darah, nadi dan RR
§  Monitor penurunan tingkat kesadaran
§  Monitor WBC, Hb, dan Hct
§  Monitor intake dan output
§  Berikan anti piretik
§  Berikan pengobatan untuk mengatasi penyebab demam
§  Selimuti pasien
§  Lakukan tapid sponge
§  Berikan cairan intravena
§  Kompres pasien pada lipat paha dan aksila
§  Tingkatkan sirkulasi udara
§  Berikan pengobatan untuk mencegah terjadinya menggigil

Temperature regulation
§  Monitor suhu minimal tiap 2 jam
§  Rencanakan monitoring suhu secara kontinyu
§  Monitor TD, nadi, dan RR
§  Monitor warna dan suhu kulit
§  Monitor tanda-tanda hipertermi dan hipotermi
§  Tingkatkan intake cairan dan nutrisi
§  Selimuti pasien untuk mencegah hilangnya kehangatan tubuh
§  Ajarkan pada pasien cara mencegah keletihan akibat panas
§  Diskusikan tentang pentingnya pengaturan suhu dan kemungkinan efek negatif dari kedinginan
§  Beritahukan tentang indikasi terjadinya keletihan dan penanganan emergency yang diperlukan
§  Ajarkan indikasi dari hipotermi dan penanganan yang diperlukan
§  Berikan anti piretik jika perlu

Vital sign Monitoring
§  Monitor TD, nadi, suhu, dan RR
§  Catat adanya fluktuasi tekanan darah
§  Monitor VS saat pasien berbaring, duduk, atau berdiri
§  Auskultasi TD pada kedua lengan dan bandingkan
§  Monitor TD, nadi, RR, sebelum, selama, dan setelah aktivitas
§  Monitor kualitas dari nadi
§  Monitor frekuensi dan irama pernapasan
§  Monitor suara paru
§  Monitor pola pernapasan abnormal
§  Monitor suhu, warna, dan kelembaban kulit
§  Monitor sianosis perifer
§  Monitor adanya cushing triad (tekanan nadi yang melebar, bradikardi, peningkatan sistolik)
§  Identifikasi penyebab dari perubahan vital sign

3
Resiko kerusakan integritas kulit
NOC : Tissue Integrity : Skin and Mucous Membranes
Kriteria Hasil :
v  Integritas kulit yang baik bisa dipertahankan (sensasi, elastisitas, temperatur, hidrasi, pigmentasi)
v  Tidak ada luka/lesi pada kulit
v  Perfusi jaringan baik
v  Menunjukkan pemahaman dalam proses perbaikan kulit dan mencegah terjadinya sedera berulang
v  Mampu melindungi kulit dan mempertahankan kelembaban kulit dan perawatan alami

NIC : Pressure Management
§  Anjurkan pasien untuk menggunakan pakaian yang longgar
§  Hindari kerutan padaa tempat tidur
§  Jaga kebersihan kulit agar tetap bersih dan kering
§  Mobilisasi pasien (ubah posisi pasien) setiap dua jam sekali
§  Monitor kulit akan adanya kemerahan
§  Oleskan lotion atau minyak/baby oil pada derah yang tertekan
§  Monitor aktivitas dan mobilisasi pasien
§  Monitor status nutrisi pasien
§  Memandikan pasien dengan sabun dan air hangat
4
Kurang pengetahuan

Definisi :
Tidak adanya atau kurangnya informasi kognitif sehubungan dengan topic spesifik.

Batasan karakteristik : memverbalisasikan adanya masalah, ketidakakuratan mengikuti instruksi, perilaku tidak sesuai.

Faktor yang berhubungan : keterbatasan kognitif, interpretasi terhadap informasi yang salah, kurangnya keinginan untuk mencari informasi, tidak mengetahui sumber-sumber informasi.
NOC :
v  Kowlwdge : disease process
v  Kowledge : health Behavior
Kriteria Hasil :
v  Pasien dan keluarga menyatakan pemahaman tentang penyakit, kondisi, prognosis dan program pengobatan
v  Pasien dan keluarga mampu melaksanakan prosedur yang dijelaskan secara benar
v  Pasien dan keluarga mampu menjelaskan kembali apa yang dijelaskan perawat/tim kesehatan lainnya.

NIC :
Teaching : disease Process
1.      Berikan penilaian tentang tingkat pengetahuan pasien tentang proses penyakit yang spesifik
2.      Jelaskan patofisiologi dari penyakit dan bagaimana hal ini berhubungan dengan anatomi dan fisiologi, dengan cara yang tepat.
3.      Gambarkan tanda dan gejala yang biasa muncul pada penyakit, dengan cara yang tepat
4.      Gambarkan proses penyakit, dengan cara yang tepat
5.      Identifikasi kemungkinan penyebab, dengna cara yang tepat
6.      Sediakan informasi pada pasien tentang kondisi, dengan cara yang tepat
7.      Hindari jaminan yang kosong
8.      Sediakan bagi keluarga atau SO informasi tentang kemajuan pasien dengan cara yang tepat
9.      Diskusikan perubahan gaya hidup yang mungkin diperlukan untuk mencegah komplikasi di masa yang akan datang dan atau proses pengontrolan penyakit
10.  Diskusikan pilihan terapi atau penanganan
11.  Dukung pasien untuk mengeksplorasi atau mendapatkan second opinion dengan cara yang tepat atau diindikasikan
12.  Eksplorasi kemungkinan sumber atau dukungan, dengan cara yang tepat
13.  Rujuk pasien pada grup atau agensi di komunitas lokal, dengan cara yang tepat
14.  Instruksikan pasien mengenai tanda dan gejala untuk melaporkan pada pemberi perawatan kesehatan, dengan cara yang tepat


Evaluasi
Tahap evaluasi merupakan perbandingan yang sistematis dan terencana tentng kesehaatan klien yang telah ditetapkan evaluasi dalam keperawatan: tindakan dalam menilai tindakan keperawatan yang telah ditentukan.
Jenis evaluasi: evaluasi struktur difokuskan kepada kelengkapan tata cara atau keadaan skeliling tempat pelayanan keperawatan diberikan evaluasi proses berfokus pada penampilan kerja perawat dan apakah perawat dalam memberikan pelayanan keperawatan, merasa cocok, evaluasi hasil berfokus pada respond an fungsi klien.
Menentukan masalah teratasi sebagian atau tidak teratasi lelah dengan cara membandingkan SOAP
S (Subjek)       : Informasi yang merupakan ungkapan klien setelah diberikan tindakan
O (Objek)       : Informasi yang didaptkan berupa hasil pengamatan, penilaian, pengukurn, yang dilakukan perawat
A (Asesmen)   : Membandingkan antara informasi subjektif dan objektif dengan tujuan dan criteria hasil sebagian atau tidak teratasi
P (Plening)      : Rencana keperawatan lanjut yang akan diberikan hasil analisis.


DAFTAR PUSTAKA


Fajriah, L. 2013. Asuhan Kebidanan Bayi Baru Lahir  pada Bayi Ny.S dengan Ikterus Neonatus Derajat II di RSU Assalam Gemolong Seragen. KTI (Tidak diterbitkan). Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Kusuma Husada Surakarta.
Guyton Arthur C. 2011. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. EGC : Jakarta
Manjoes Arif dkk.2009. Kapita Selecta Kedokteran.Media Aescubpius: Jakarta
NANDA (2013). Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis Edisi 1 dan 2. Yogyakarta
Smeltzerr Susanne & Brenda G Bare. 2010. Keperawatan Medikal Bedah Jilid 2. EGC:Jakarta




Tidak ada komentar:

Posting Komentar