LAPORAN PENDAHULUAN
LAPORAN PENDAHULUAN TENTANG HEMODIALISIS DI
RUANG HD I RSUP SANGLAH
![]() |
Add caption |
Oleh :
Lalu Baharuddin
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BULELENG
PROGRAM STUDI PROFESI NERS
2016
LEMBAR
PENGESAHAN
LAPORAN
PENDAHULUAN TENTENG HEMUDIALISIS (HD) DI RUANG HD I RSUP SANGLAH
Telah Disahkan Dan
Diterima Oleh Clinical Instruktur (CI) Dan Clinical Teacher (CT) Keperawatan
Medical Bedah (KMB) Sebagai Syarat Memperoleh Nilai Dari Depertemen Keperawatan
Medical Bedah (KMB) STIKES Buleleng.
Denpasar….Januari
2016
Clinical Instruktur
(CI) Clinical
teacher (CT)
Ruang HD I Keperawatan
Medical Bedah
RSUP Sanglah STIKES
buleleng
……………………………… …………………………………….
NIP. NIK.
LAPORAN
PENDAHULUAN
HEMODIALISA
HD
1.1 Pengertian
Hemodialisa berasal dari kata
hemo=darah, dan dialisi=pemisahan atau filtrasi. Hemodialisa adalah suatu
metode terapi dialisis yang digunakan untuk mengeluarkan cairan dan produk
limbah dari dalam tubuh ketika secara akut ataupun secara progresif ginjal tidak
mampu melaksanakan proses tersebut. Terapi ini dilakukan dengan menggunakan
sebuah mesin yang dilengkapi membran penyaring semipermeabel (ginjal buatan).
Hemodialisa dapat dilakukan pada saat toksin atau zat racun harus segera
dikeluarkan untuk mencegah kerusakan permanen atau menyebabkan kematian. Tujuan
dari hemodialisa adalah untuk memindahkan produk-produk limbah yang
terakumulasi dalam sirkulasi klien dan dikeluarkan kedalam mesin dialisis. (Smeltzer,
2001).
Hemodialisa adalah suatu tindakan
untuk memisahkan sampah dan produk hail metabolic esensial (sampah nitrogen dan
sampah yang lain) melalui selaput membrane semi permiabel. Dialisis
merupakan suatu proses yang di gunakan untuk mengeluarkan cairan dan produk
limbah dari dalam tubuh ketika ginjal tidak mampu melaksanakan proses tersebut.
Tujuan dialisis adalah untuk mempertahankan kehidupan dan kesejahteraan pasien
sampai fungsi ginjal pulih kembali. Metode terapi mencakup hemodialisis,
hemofiltrasi dan peritoneal dialisis.
Hemodialisa
memerlukan sebuah mesin dialisa dan sebuah filter khusus yang dinamakan
dializer (suatu membran semipermeabel) yang digunakan untuk membersihkan darah,
darah dikeluarkan dari tubuh penderita dan beredar dalam sebuah mesin diluar
tubuh. Hemodialisa memerlukan jalan masuk ke aliran darah, maka dibuat suatu
hubungan buatan antara arteri dan vena (fistula arteriovenosa) melalui
pembedahan (NKF, 2006)
1.2 Etiologi
Hemodialisa
dilakukan kerena pasien menderita gagal ginjal akut dan kronik akibatdari :
azotemia, simtomatis berupa enselfalopati, perikarditis, uremia, hiperkalemia
berat, kelebihan cairan yang tidak responsive dengan diuretic, asidosis yang
tidak bisadiatasi, batu ginjal, dan sindrom hepatorenal.
1.3 Patofisiologi
Terjadi
gagal ginjal, ginjal tidak bisa melaksanakan fungsinya faktor-faktor yang harus
dipertimbangkan sebelum melaui hemodialisis pada pasien gagal ginjal kronik
terdiri dari keadaan penyakit penyerta dan kebiasaan pasien.Waktu untuk terapi ditentukan oleh kadar
kimia serum dan gejala-gejala. Hemodialisis biasanya dimulai ketika bersihan
kreatin menurun dibawah 10 ml/mnt,yang biasanya sebanding dengan kadar
kreatinin serum 8-10 mge/dL namun demikian yang lebih penting dari nilai
labolatorium absolute adalah terdapatnya gejala-gejala uremia.
1.4 Tujuan Hemodialisa
Menurut Havens dan Terra (2005)
tujuan dari pengobatan hemodialisa antara lain :
1. Menggantikan
fungsi ginjal dalam fungsi ekskresi, yaitu membuang sisa-sisa metabolisme dalam
tubuh, seperti ureum, kreatinin, dan sisa metabolisme yang lain.
2. Menggantikan
fungsi ginjal dalam mengeluarkan cairan tubuh yang seharusnya dikeluarkan
sebagai urin saat ginjal sehat.
3. Meningkatkan
kualitas hidup pasien yang menderita penurunan fungsi ginjal.
4.
Menggantikan fungsi ginjal sambil menunggu program pengobatan yang lain.
Menurut PERNEFRI (2003) waktu atau
lamanya hemodialisa disesuaikan dengan kebutuhan individu. Tiap hemodialisa
dilakukan 4 – 5 jam dengan frekuensi 2 kali seminggu. Hemodialisa idealnya
dilakukan 10 – 15 jam/minggu dengan Blood flow (QB) 200–300 mL/menit. Sedangkan
menurut Corwin (2000) hemodialisa memerlukan waktu 3 – 5 jam dan dilakukan 3
kali seminggu. Pada akhir interval 2 – 3 hari diantara hemodialisa,
keseimbangan garam, air, dan pH sudah tidak normal lagi. Hemodialisa ikut
berperan menyebabkan anemia karena sebagian sel darah merah rusak dalam proses
hemodialisa.
1.5 Prinsip Prinsip Yang Mendasari
Hemodialiasis
Tujuan hemodialisis adalah untuk mengambil zat-zat nitrogen toksik dari dalam
darah dan mengeluarkan air yang berlebihan. Pada hemodialisis aliran darah yang
penuh dengan toksin dan limbah nitrogen dialihkan dari tubuh pasien ke tempat
darah tersebut dibersihkan dan kemudian di kembalikan lagi ke tubuh pasien. Ada
tiga prinsip yang mendasar kerja hemodialisis yaitu: difusi, osmosis dan ultra
filtrasi.
Toksin dan
zat limbah di dalam darah di keluarkan melalui proses difusi dengan cara
bergerak dari darah yang memiliki konsentrasi lebih tinggi ke cairan dialisis
dengan konsenterasi yang lebih rendah.
Air yang
berlebihan di keluarkan dari dalam tubuh di keluarkan melalui proses osmosis.
Pengeluaran air dapat di kendalikan dengan menciptakan gradien tekanan, dengan
kata lain bergerak dari daerah dengan tekanan yang lebih tinggi (tubuh
pasien) ke tekanan yang lebih rendah (cairan dialist).
Gradient ini
dapat di tingkatkan melalui penambahan tekanan negatif yang dikenal sebagai
ultrafiltasi pada mesin dialis. Tekanan negatif diterapkan pada alat
fasilitasi pengeluaran air. Karena pasien tidak dapat mengekresikan air,
kekuatan ini di perlukan untuk mengeluarkan cairan hingga tercapai
isovolemia (keseimbangan cairan).
1.6 Komponen
Hemodialisa
1.
Dialyzer / Ginjal Buatan
Suatu alat yang digunakan untuk mengeluarkan
sisa metabolisme tubuh, bila fungsi kedua ginjal sudah tidak memadai lagi,
mengatur keseimbangan cairan dan elektrolit, mengeluarkan racun-racun atau
toksin yang merupakan komplikasi dari Gagal Ginjal. Sedangkan fungsi hormonal/
endokrin tidak dapat diambil alih oleh ginjal buatan. Dengan demikian ginjal
buatan hanya berfungsi sekitar 70-80 % saja dari ginjal alami yang normal.
Macam-macam ginjal buatan :
a.
Paraller-Plate
Diyalizer
Ginjal pertama kali
ditemukan dan sudah tidak dipakai lagi, karena darah dalam ginjal ini sangat
banyak sekitar 1000 cc, disamping cara menyiapkannya sangat sulit dan
membutuhkan waktu yang lama.
b.
Coil Dialyzer
Ginjal buatan yang
sudah lama dan sekarang sudah jarang dipakai karena volume darah dalam ginjal
buatan ini banyak sekitar 300 cc, sehingga bila terjadi kebocoran pada ginjal
buatan darah yang terbuang banyak. Ginjal ini juga memerlukan mesin khusus,
cara menyiapkannya juga memerlukan waktu yang lama.
c.
Hollow Fibre
Dialyzer
Ginjal buatan yang
sangat banyak saat ini karena volume darah dalam ginjal buatan sangat sedikit
sekitar 60-80 cc, disamping cara menyiapkannya mudah dan cepat.
2.
Dialisat
Adalah cairan yang terdiri dari air,
elektrolit dan zat-zat lain supaya mempunyai tekanan osmotik yang sama dengan
darah.
Fungsi Dialisat pada dialisit:
a.
Untuk mengeluarkan
dan menampung cairan dan sisa metabolisme
b. Untuk mencegah
kehilangan zat-zat vital dari tubuh selama dialisa
1.7 Indikasi
1.
Gagal ginjal akut
2.
Gagal ginjal kronik, bila laju filtrasi gromelurus kurang dari 5 ml/menit
3.
Kalium serum lebih dari 6 mEq/l
4.
Ureum lebih dari 200 mg/dl
5. pH
darah kurang dari 7,1
6. Anuria
berkepanjangan, lebih dari 5 hari
7.
Intoksikasi obat dan zat kimia
8.
Sindrom Hepatorenal
9.
Fluid overload
The National
Kidney Foundation USA menyarankan apabila :
LFG ≤ 10ml
/menit/1,73m2
Indikasi
absolut untuk dimulainya hemodialisis:
1.
Perikarditis
2. Keadaan
overload sampai menimbulkan gejala-gejala oedem paru
3.
Hipertensi berat dan progresif
4. Uremic
Bleeding
5. Mual
muntah yang persisten
6. Kreatinin
serum ≥ 10 mg%
1.8 Kontra
Indikasi
Menurut
Thiser dan Wilcox (1997) kontra indikasi dari hemodialisa adalah hipotensi yang
tidak responsif terhadap presor, penyakit stadium terminal, dan sindrom otak
organik. Sedangkan menurut PERNEFRI (2003) kontra indikasi dari hemodialisa
adalah tidak mungkin didapatkan akses vaskuler pada hemodialisa, akses vaskuler
sulit, instabilitas hemodinamik dan koagulasi. Kontra indikasi hemodialisa yang
lain diantaranya adalah penyakit alzheimer, demensia multi infark, sindrom
hepatorenal, sirosis hati lanjut dengan ensefalopati dan keganasan lanjut (Pernefri,
2003).\
Tidak dilakukan pada pasien yang mengalami suhu yang
tinggi. Cairan dialysis pada suhu tubuh akan meningkatkan kecepatan difusi,
tetapi suhu yang terlalu tinggi menyebabkan hemodialisis sel-seldarah merah
sehingga kemungkinan penderita akan meninggal.
1.9 Penatalaksanaan Pasien Yang Menjalani
Hemodialisis Jangka-Panjang
Diet dan masalah cairan. Diet
merupakan faktor penting bagi pasien yang menjalani hemodialisis mengingat
adanya efek uremia. Apabila ginjal yang rusak tidak mampu mengeksresikan produk
akhir metabolisme, substansi yang bersifat asam ini akan menumpuk dalam serum
pasien dan bekerja sebagai racun atau toksik. Gejala yang terjadi akibat
penumpukan tersebut secara kolektif dikenal sebagai gejala uremik dan
akan mempengaruhi setiap sistem tubuh. Lebih banyak toksin yang menumpuk,
lebih berat gejala yang timbul. Diet rend protein akan mengurangi penumpukan
limbah nitrogen dan dengan demikian meminimalkan gejala. Penumpukan cairan juga
dapat terjadi dan dapat mengakibatkan gagal jantung kongestif serta edema paru.
Dengan demikian, pembatasan cairan juga merupakan bagian dengan resep diet
untuk pasien ini.
Dengan penggunaan hemodialisis yang efektif, asupan makanan pasien dapat
diperbaiki meskipun biasanya memerlukan beberapa penyesuaian atau pembatasan
pada asupan protein, natrium, kalium dan cairan. Berkaitan dengan pembatasan
protein, maka protein dari makanan harus memiliki nilai biologis yang tinggi
dan tersusun dari asam-amino esensial untuk mencegah penggunaan protein yang
buruk serta mempertahankan keseimbangan nitrogen yang positif. Contoh protein
dengan nilai biologis yang tinggi adalah telur, daging, susu dan ikan.
Dampak Diet Rendah Protein. Diet yang bersifat membatasi akan merubah
gaya hidup dan dirasakan pasien sebagai gangguan serta tidak disukai bagi
banyak penderita gagal ginjal kronis. Karena makanan dan minuman merupakan
aspek penting dalam sosialisasi, pasien sering merasa disingkirkan ketika
berada bersama orang-orang lain karena hanya ada beberapa pilihan makanan saja
yang tersedia baginya. Jika pembatasan ini dibiasakan, komplikasi yang dapat
membawa kematian seperti hiperkalemia dan edema paru dapat terjadi.
Pertimbangan medikasi. Banyak obat
yang dieksresikan seluruhnya atau sebagian melalui ginjal. Pasien yang
memerlukan obat-obatan (preparat glikosida jantung, antibiotik, antiaritmia,
antihipertensi) harus dipantau dengan ketat untuk memastikan agar kadar
obat-obat ini dalam darah dan jaringan dapat dipertahankan tanpa menimbulkan
akumulasi toksik.
Beberapa obat akan dikeluarkan dari darah pada saat dialisis oleh karena
itu, penyesuaian dosis oleh dokter mungkin diperlukan. Obat-obat yang terikat
dengan protein tidak akan dikeluarkan selama dialisis. Pengeluaran metabolit
obat yang lain bergantung pada berat dan ukuran molekulnya. Apabila seorang
pasien menjalani dialisis, semua jenis obat dan dosisnya harus dievaluasi
dengan cermat. Pasien harus mengetahui kapan minum obat dan kapan menundanya.
Sebagai contoh, jika obat antihipertensi diminum pada hari yang sama dengan
saat menjalani hemodialisis, efek hipotensi dapat terjadi selama hemodialisis
dan menyebabkan tekanan darah rendah yang berbahaya.
1.10 Klasifikasi
Menurut
Tisher dan Wilcox (1997) serta Havens dan Terra (2005) selama tindakan
hemodialisa sering sekali ditemukan komplikasi yang terjadi, antara lain:
a. Kram otot
Kram otot pada umumnya terjadi pada separuh waktu
berjalannya hemodialisa sampai mendekati waktu berakhirnya hemodialisa. Kram
otot seringkali terjadi pada ultrafiltrasi (penarikan cairan) yang cepat dengan
volume yang tinggi.
b. Hipotensi
Terjadinya hipotensi dimungkinkan karena pemakaian
dialisat asetat, rendahnya dialisat natrium, penyakit jantung aterosklerotik,
neuropati otonomik, dan kelebihan tambahan berat cairan.
c. Aritmia
Hipoksia, hipotensi, penghentian obat antiaritmia
selama dialisa, penurunan kalsium, magnesium, kalium, dan bikarbonat serum yang
cepat berpengaruh terhadap aritmia pada pasien hemodialisa.
d.
Sindrom ketidakseimbangan dialisa
Sindrom ketidakseimbangan dialisa dipercaya secara
primer dapat diakibatkan dari osmol-osmol lain dari otak dan bersihan urea yang
kurang cepat dibandingkan dari darah, yang mengakibatkan suatu gradien osmotik
diantara kompartemen-kompartemen ini. Gradien osmotik ini menyebabkan
perpindahan air ke dalam otak yang menyebabkan oedem serebri. Sindrom ini tidak
lazim dan biasanya terjadi pada pasien yang menjalani hemodialisa pertama
dengan azotemia berat.
e. Hipoksemia
Hipoksemia selama hemodialisa merupakan hal penting
yang perlu dimonitor pada pasien yang mengalami gangguan fungsi kardiopulmonar.
f. Perdarahan
Uremia menyebabkan ganguan fungsi
trombosit. Fungsi trombosit dapat dinilai dengan mengukur waktu perdarahan.
Penggunaan heparin selama hemodialisa juga merupakan faktor risiko terjadinya
perdarahan.
g.
Ganguan pencernaan
Gangguan pencernaan yang sering terjadi adalah mual
dan muntah yang disebabkan karena hipoglikemia. Gangguan pencernaan sering
disertai dengan sakit kepala.
h.
Infeksi atau peradangan bisa terjadi pada akses vaskuler.
i. Pembekuan
darah bisa disebabkan karena dosis pemberian heparin yang tidak adekuat ataupun
kecepatan putaran darah yang lambat.
2.1 Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a. Keluhan
utama
Keluhan
utama pada pasien hemodialisa adalah
·
Sindrom uremia
·
Mual, muntah, perdarahan GI.
·
Pusing, nafas kusmaul, koma.
·
Perikarditis, cardiar aritmia
·
Edema, gagal jantung, edema paru
·
Hipertensi
Tanda-tanda
dan gejala uremia yang mengenai system tubuh (mual, muntah, anoreksia berat,
peningkatan letargi, konfunsi mental), kadar serum yang meningkat. (Brunner & Suddarth, 2001 : 1397)
b.
Riwayat
penyakit sekarang
Pada pasien penderita gagal ginjal kronis (stadium terminal). (Brunner & Suddarth, 2001: 1398)
c. Riwayat
obat-obatan
Pasien yang menjalani dialisis, semua jenis obat dan dosisnya harus
dievaluasi dengan cermat. Terapi antihipertensi, yang sering merupakan bagian
dari susunan terapi dialysis, merupakan salah satu contoh di mana komunikasi,
pendidikan dan evaluasi dapat memberikan hasil yang berbeda. Pasien harus
mengetahui kapan minum obat dan kapan menundanya. Sebagai contoh, obat
antihipertensi diminum pada hari yang sama dengan saat menjalani hemodialisis,
efek hipotensi dapat terjadi selama hemodialisis dan menyebabkan tekanan darah
rendah yang berbahaya. (Brunner
& Suddarth, 2001: 1401)
d. Psikospiritual
Penderita hemodialisis jangka panjang sering merasa kuatir akan kondisi
penyakitnya yang tidak dapat diramalkan. Biasanya menghadapi masalah financial,
kesulitan dalam mempertahankan pekerjaan, dorongan seksual yang menghilang
serta impotensi, dipresi akibat sakit yang kronis dan ketakutan terhadap
kematian. (Brunner & Suddarth,
2001: 1402)
Prosedur kecemasan merupakan hal yang paling sering dialami pasien yang
pertama kali dilakukan hemodialisis. (Muttaqin,
2011: 267)
e. ADL
(Activity Day Life)
Nutrisi : pasien dengan hemodialisis
harus diet ketat dan pembatasan cairan masuk untuk meminimalkan gejala seperti
penumpukan cairan yang dapat mengakibatkan gagal jantung kongesti serta edema
paru, pembatasan pada asupan protein akan mengurangi penumpukan limbah nitrogen
dan dengan demikian meminimalkan gejala, mual muntah. (Brunner &
Suddarth, 2001 : 1400)
Eliminasi : Oliguri dan anuria untuk gagal
Aktivitas : dialisis menyebabkan perubahan gaya hidup pada
keluarga. Waktu yang diperlukan untuk terapi dialisis akan mengurangi waktu
yang tersedia untuk melakukan aktivitas sosial dan dapat menciptakan konflik,
frustasi. Karena waktu yang terbatas dalam menjalani aktivitas sehai-hari.
f. Pemeriksaan
fisik
BB : Setelah melakukan hemodialisis biasanya berat
badan akan menurun.
TTV: Sebelum dilakukan prosedur hemodialisis biasanya
denyut nadi dan tekanan darah diatas rentang normal. Kondisi ini harus di ukur
kembali pada saat prosedur selesai dengan membandingkan hasil pra dan sesudah
prosedur. (Muttaqin, 2011: 268)
Manifestasi
klinik
·
Kulit
kulit
kekuningan, pucat, kering dan bersisik, pruritus atau gatal-gatal
o Kuku
: kuku tipis dan rapuh
o Rambut
: kering dan rapuh
o Oral
: halitosis
/ faktor uremic, perdarahan gusi
o Lambung
: mual, muntah, anoreksia, gastritis ulceration.
o Pulmonary
: uremic “lung” atau pnemonia
o Asam
basa : asidosis metabolik
o Neurologic
: letih, sakit kepala, gangguan tidur, gangguan otot : pegal
·
Hematologi : perdarahan
g. Pemeriksaan Penunjang
Kadar kreatinin serum diatas 6 mg/dl pada laki-laki, 4mg/dl pada perempuan,
dan GFR 4 ml/detik. (Sylvia A. Potter, 2005 : 971)
2. DIAGNOSA
KEPERAWATAN
a. Pre HD
·
Pola nafas tidak efektif b.d edema paru, asidosis
metabolic, Hb ≤ 7 gr/dl, Pneumonitis dan Perikarditis d.d Penggunaan otot
aksesoris untuk bernafas, Pernafasan cuping hidung, Perubahan kedalaman nafas,
dan Dipneu
·
Kelebihan
volume cairan b.d penurunan haluaran urine, diet cairan berlebih, retensi
cairan & natrium b.d Perubahan berat badan dalam waktu sangat singkat,
Gelisah, Efusi pleura, Oliguria, Asupa melebihi haluran, Edema, Dispnea,
Penurunan hemoglobin, Perubahan pola pernapasan , dan Perubahan tekanan darah
·
Ketidakseimbangan nutrisi, kurang dari kebutuhan tubuh
b.d anoreksia, mual & muntah, pembatasan diet dan perubahan membrane mukosa
oral d.d nyeri abdomen bising usus hiperaktif, kurang makanan, diare, kurang
minat pada makanan, dan berat badan 20% atau lebih dibawah berat badan ideal.
·
Ansietas b.d krisis situasional d.d
gelisah, wajah tegang, bingung, tampak waspada, ragu/tidak percaya diri dan
khawatir
·
Kerusakan integritas kulit b.d Gangguan sirkulasi,
Iritasi zat kimia, Defisit cairan d.d Kerusakan jaringan (Mis. Kornea, membrane
mukosa, integument, atau subkutan) dan Kerusakan jaringan.
b. Intra HD
·
Resiko cedera
b.d akses vaskuler & komplikasi sekunder terhadap penusukan &
pemeliharaan akses vaskuler.
·
Risiko terjadi perdarahan b.d penggunaan heparin dalam
proses hemodialisa
c. Post HD
·
Intoleransi
aktivitas b.d keletihan, anemia, retensi produk sampah dan prosedur dialisis d,d
menyatakan merasa lemah, menyatakan merasa letih, dispnea setelah beraktifitas,
ketidaknyamanan setelah beraktifitas, dan respon tekanan darah abnormal
terhadap aktivitas.
·
Risiko Harga diri rendah b.d ketergantungan, perubahan
peran dan perubahan citra tubuh dan fungsi seksual d.d gangguan citra tubuh,
Mengungkapkan perasaan yang mencerminkan perubahan individudalam penampilan,
Respon nonverbal terhadap persepsi perubahan pada tubuh
(mis;penampilan,steruktur,fungsi), Fokus pada perubahan, Perasaan negatif
tentang sesuatu
·
Resiko infeksi b.d prosedur invasif berulang
3. Intervensi Keperawatan
a. Pre HD
No
|
Diagnosa
|
Tujuan & Kriteria Hasil
|
Intervensi
|
Rasional
|
1
|
Pola nafas tidak efektif b.d edema
paru, asidosis metabolic, Hb ≤ 7 gr/dl, Pneumonitis dan Perikarditis
|
Setelah diberikan asuhan
keperawatan selama 1x24 jam diharapkan
Pola nafas efektif setelah
dilakukan tindakan HD 4-5 jam, dengan Kriteria hasil:
a.
Nafas
16-28 x/m
b.
edema paru
hilan
c.
tidak
sianosis
|
1.
Observasi
penyebab nafas tidak efektif
2.
Observasi
respirasi & nadi
3.
Berikan
posisi semi fowler
4.
Ajarkan
cara nafas yang efektif
5.
Berikan
O2
6.
Lakukan SU pada saat HD
7.
Kolaborasi
pemberian tranfusi darah
8.
Kolaborasi
pemberian antibiotic
9.
Kolaborasi
foto torak
10. Evaluasi kondisi klien pada HD berikutnya
11. Evaluasi kondisi klien pada HD berikutnya
|
1.
Untuk menentukan tindakan yang
harus segera dilakukan
2.
Menentukan tindakan
3.
Melapangkan
dada klien sehingga nafas lebih longgar
4.
Hemat
energi sehingga nafas tidak semakin berat
5.
Hb rendah, edema, paru
pneumonitis, asidosis, perikarditis menyebabkan suplai O2 ke jaringan <
6.
SU adalah penarikan secara
cepat pada HD, mempercepat pengurangan edema paru
7.
Untuk ↑Hb,
sehingga suplai O2 ke jaringan cukup
8.
Untuk
mengatasi infeksi paru & perikard
9.
Follou up
penyebab nafas tidak efektif
10. Mengukur
keberhasilan tindakan
11. Untuk
follou up kondisi klien
|
2
|
Kelebihan volume cairan b.d penurunan haluaran urine, diet cairan
berlebih, retensi cairan & natrium
|
Setelah diberikan asuhan
keperawatan selama 1x24 jam diharapkan
Keseimbangan volume cairan tercapai setelah dilakukan HD 4-5 jam dengan
Kriteria Hasil:
a.
BB post HD
sesuai dry weight
b.
Edema
hilang
c.
Retensi
16-28 x/m
d.
Kadar natrium darah 132-145
mEq/l
|
1.
Observasi status cairan, timbang bb pre dan post HD, keseimbangan masukan dan
haluaran, turgor kulit dan edema, distensi vena leher dan monitor vital sign
2.
Batasi masukan cairan pada saat
priming & wash out HD
3.
Lakukan HD dengan UF & TMP
sesuai dg kenaikan bb interdialisis
4.
Identifikasi sumber masukan
cairan masa interdialisis
5.
Jelaskan pada keluarga
& klien rasional pembatasan cairan
6.
Motivasi klien untuk ↑
kebersihan mulut
|
1.
Pengkajian
merupakan dasar untuk memperoleh data, pemantauan 7 evaluasi dari intervens
2.
Pembatasan
cairan akan menetukan dry weight, haluaran urine & respon terhadap
terapi.
3.
UF &
TMP yang sesuai akan ↓ kelebihan volume cairan sesuai dg target BB edeal/dry
weight
4.
Sumber
kelebihan cairan dapat diketahui
5.
Pemahaman
↑kerjasama klien & keluarga dalam pembatasan cairan
6.
Kebersihan
mulut mengurangi kekeringan mulut, sehingga ↓ keinginan klien untuk minum
|
3
|
Ketidakseimbangan nutrisi, kurang
dari kebutuhan tubuh b.d anoreksia, mual & muntah, pembatasan diet dan
perubahan membrane mukosa oral
|
Setelah diberikan asuhan
keperawatan selama 1x24 jam diharapkan
Keseimbangan nutrisi tercapai setelah dilakukan HD yang sdekuat (10-12
jam/mg) selama 3 bulan, diet protein terpenuhi, dengan
Kriteria Hasil:
a.
Tidak
terjadi penambahan atau ↓ BB yang cepat
b.
Turgor
kulit normal tanpa udema
c.
Kadar
albumin plasma 3,5-5,0 gr/dl
d.
Konsumsi diet nilai protein
tinggi
|
1.
Observasi status nutrisi:
a.
Perubahan BB
b.
Pengukuran antropometri
c.
Nilai lab. (elektrolit, BUN,
kreatinin, kadar albumin, protein
2.
Observasi pola diet
3.
Observasi faktor yang berperan dalam merubah masukan nutrisi
4.
Kolaborasi menentukan tindakan
HD 4-5 jam 2-3 minggu
5.
Kolaborasi pemberian infus
albunin 1 jam terakhir HD
6.
Tingkatkan masukan protein
dengan nilai biologi tinggi: telur, daging, produk susu
7.
Anjurkan camilan rendah
protein, rendah natrium, tinggi kalori diantara waktu makan
8.
Jelaskan rasional pembatasan
diet, hubungan dengan penyakit ginjal dan ↑urea dan kreatinin
9.
Anjurkan timbang BB tiap
hari
10. Observasi adanya masukan protein yang tidak adekuat, edema, penyembuhan yang lama,
albumin serum turun
|
1.
Sebagai
dasar untuk memantau perubahan & intervensi yang sesuai
2.
Pola diet dahulu & sekarang
berguna untuk menentukan menu
3.
Memberikan informasi, faktor
mana yang bisa dimodifikasi.
4.
Tindakan HD yang adekuat, ↓
kejadian mual-muntah & anoreksia, sehingga ↑ nafsu makan
5.
Pemberian albumin lewat infus
iv akan ↑ albumin serum
6.
Protein lengkap akan ↑
keseimbangan nitrogen
7.
Kalori akan ↑ energi,
memberikan kesempatan protein untuk pertumbuhan
8.
↑ pemahaman klien sehingga
mudah menerima masukan
9.
Untuk menentukan status cairan
& nutrisi
10.
Penurunan protein dapat ↓ albumin, pembentukan udema & perlambatan penyembuhan
|
4
|
Ansietas b.d krisis situasional
|
Setelah
dilakukan asuhan keperawatan selama 1x24 jam diharapkan kesadaran pasien terhadap
perasaan dan cara yang sehat untuk menghadapi masalah
Kriteria
hasil :
a. Melaporkan
ansietas menurun sampai tingkat dapat ditangani.
b. Tampak
rileks.
|
1.
Evaluasi
respon verbal dan non verbal pasien.
2.
Berikan
penjelasan hubungan antara proses penyakit dan gejalanya.
3.
Berikan
kesempatan pasien untuk mengungkapkan isi pikiran dan perasaan takutnya.
4.
Catat
perilaku dari orang terdekat/keluarga yang meningkatkan peran sakit pasien.
5.
Identifikasi
sumber yang mampu menolong.
|
1.
Ketakutan
dapat terjadi karena nyeri hebat, meningkatkan perasaan sakit, dan
kemungkinan pembedahan.
2.
Meningkatkan
pemahaman, mengurangi rasa takut karena ketidaktahuan, dan dapat membantu
menurunkan ansietas.
3.
Mengungkapkan
rasa takut secara terbuka dimana rasa takut dapat ditujukan.
4.
Orang
terdekat/keluarga mungkin secara tidak sadar memungkinkan pasien untuk
mempertahankan ketergantungan dengan melakukan sesuatu yang pasien sendiri
mampu melakukannya.
5.
Memberikan
keyakinan bahwa pasien tidak sendiri dalam menghadapi masalah
|
5.
|
Kerusakan
integritas kulit berhubungan dengan kerusakan jaringan akibat radiasi
|
Setelahdilakukanaskepselama 3x
24 jam
diharapkanintegritaskulitpasienterjagadengan criteria hasil :
- Kulitpasiennampakbersih.
- Menunjukkan perubahan yang minimal pada kulit dan menghindari trauma pada
area kulit yang sakit.
|
1. Observasi
kulit dengan sering terhadap efek samping kanker
2. Mandikan
dengan menggunakan air hangat dan sabun ringan
3. Hindari
menggosok atau menggaruk area.
4. Anjurkan
pasien untuk menghindari krim kulit apapun, bedak, salep apapun kecuali
diijinkan dokter.
5. Hindarkan
pakaian yang ketat pada aea tersebut.
6. Oleskan
vitamin A dan D pada area tersebut.
7. Tinjau
ulang efek samping dermatologis yang dicurigai pada kemoterapi.
|
1. Mengetahui
efek yang terjadi pada kulit.
2. Mengurangi
iritasi pada kulit.
3. Mencegah
terjadinya perlukaan pada kulit.
4. Mencegah
iritasi pada kulit pasien.
5. Mencegah
terjadinya perlukaan.
6. Memberikan
asupan nutrisi pada kulit dan mencegah agar kulit tidaak kering.
7. Mengetahui
perubahan yang terjadi pada kulit pada saat pengobatan kemoterapi.
|
b.
Intra HD
No
|
Diagnosa
|
Tujuan
& Kriteria hasil
|
Intervensi
|
Rasional
|
1
|
Resiko cedera b.d akses vaskuler & komplikasi sekunder terhadap
penusukan & pemeliharaan akses vaskuler.
|
Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 1x24 jam diharapkan pasien
tidak mengalami cedera dengan Kriteria hasil:
a.
Kulit pada
sekitar AV shunt utuh/tidak rusak
b.
Pasien tidak mengalami
komplikasi HD
|
1.
Observasi
kepatenan AV shunt sebelum HD
2.
Monitor
kepatenan kateter sedikitnya setiap 2 jam
3.
Observasi
warna kulit, keutuhan kulit, sensasi sekitar shunt
4.
Monitor TD
setelah HD
5.
Lakukan heparinisasi pada
shunt/kateter pasca HD
6.
Cegah
terjadinya infeksi pd area shunt/penusukan kateter
|
1.
AV yg
sudah tidak baik bila dipaksakan bisa terjadi rupture vaskuler
2.
Posisi
kateter yg berubah dapat terjadi rupture vaskuler/emboli
3.
Kerusakan
jaringan dapat didahului tanda kelemahan pada kulit, lecet bengkak, ↓sensasi
4.
Posisi
baring lama stlh HD dpt menyebabkan orthostatik hipotensi
5.
Shunt
dapat mengalami sumbatan & dapat dihilangkan dg heparin
6.
Infeksi
dapat mempermudah kerusakan jaringan
|
2
|
Resiko
terjadi perdarahan berhubungan dengan penggunaan heparin dalam proses
hemodialisa
|
Setelah
dilakukan asuhan keperawatan selama 1x4jam, diharapkan tidak terjadi
perdarahan dengan
Kriteria
hasil :
1.
TD 120/80
mmHg,
N: 80-100x/menit reguler, pulsasi kuat
2. Tidak ada
tanda perdarahan lebih lanjut, trombosit meningkat.
|
1.
Monitor
tanda-tanda penurunan trombosit yang disertai tanda klinis.
2.
Anjurkan
pasien untuk banyak istirahat (bedrest)
3.
Berikan
penjelasan kepada klien dan keluarga untuk melaporkan jika ada tanda
perdarahan
seperti: hematemesis, melena, epistaksis.
4. Antisipasi
adanya perdarahan: gunakan sikat gigi yang lunak, pelihara kebersihan mulut,
berikan tekanan 5-10 menit setiap selesai ambil darah
5. Kolaborasi,
monitor trombosit setiap hari
|
1.
Penurunan
trombosit merupakan tanda adanya kebocoran pembuluh darah yang pada tahap
tertentu dapat menimbulkan tanda-tanda klinis seperti epistaksis, ptekie
2.
Aktifitas
pasien yang tidak terkontrol dapat menyebabkan terjadinya
perdarahan.
3. Keterlibatan
pasien dan keluarga dapat membantu untuk penaganan dini
bila
terjadi perdarahan
4. Mencegah
terjadinya perdarahan lebih lanjut.
5. Dengan
trombosit yang dipantau setiap hari, dapat diketahui tingkat kebocoran
pembuluh darah dan kemungkinan perdarahan yang dialami pasien.
|
c.
Post HD
No
|
Diagnosa
|
Tujuan & Kriteria Hasil
|
Intervensi
|
Rasional
|
1
|
Intoleransi aktivitas b.d keletihan, anemia, retensi produk sampah dan
prosedur dialisis
|
Setelah dilakukan tindakan keperawatan & HD, selama 1x24 jam
diharapkan klien mampu berpartisipasi dalam aktivitas yang dapat ditoleransi,
dengan Kriteria Hasil:
a. Berpartisipasi dalam aktivitas perawatan mandiri yang dipilih
b. Berpartisipasi dalam ↑ aktivitas dan latihan
c. Istirahat
& aktivitas seimbang/bergantian
|
1. Observasi faktor yang menimbulkan keletihan: Anemia, Ketidakseimbangan cairan
& elektrolit, Retensi produk sampah depresi
2. Tingkatkan kemandirian dalam aktifitas perawatan diri yang dapat
ditoleransi, bantu jika keletihan terjadi
3. Anjurkan aktivitas alternatif sambil istirahat
4. Anjurkan untuk istirahat setelah dialisis
|
1. Menyediakan informasi tentang indikasi tingkat keletihan
2. Meningkatkan aktifitas ringan/sedang & memperbaiki harga diri
3. Mendorong latihan & aktifitas yang dapat ditoleransi & istirahat
yang adekuat
4. Istirahat yang adekuat dianjurkan setelah dialisis, karena adanya
perubahan keseimbangan cairan & elektrolit yang cepat pada proses
dialisis sangat melelahkan
|
2
|
Harga diri
rendah b.d ketergantungan, perubahan peran dan perubahan citra tubuh dan
fungsi seksual
|
Setelah
diberikan asuhan keperawatan selama 1x24 jam diharapkan
Memperbaiki konsep diri, dengan
Kriteria Hasil:
a. Pola koping klien dan keluarga efektif
b. Klien & keluarga bisa mengungkapkan perasaan & reaksinya terhadap
perubahan hidup yang diperlukan
|
1.
Observasi
respon & reaksi klien & keluarganya terhadap penyakit &
penanganannya.
2.
Observasi hubungan klien dan keluarga terdekat
3.
Observasi pola koping klien & keluarganya
4.
Ciptakan diskusi yang terbuka
tentang perubahan yang terjadi akibat penyakit & penangannya Perubahan
peran, Perubahan gaya hidup, Perubahan dalam pekerjaan, Perubahan seksual dan
Ketergantungan dg center dialisis
5.
Gali cara
alternatif untuk ekspresikan seksual lain selain hubungan seks
6.
Diskusikan peran memberi dan
menerima cinta, kehangatan dan kemesraan
|
1. Menyediakan data klien & keluarga dalam menghadapi perubahan hidup
2. Penguatan & dukungan terhadap klien diidentifikasi
3. Pola koping yang efektif dimasa lalu bisa berubah jika menghadapi
penyakit & penanganan yang ditetapkan sekarang
4. Klien dapat mengidentifikasi masalah dan langkah-langkah yang harus
dihadapi
5. Bentuk alternatif aktifitas seksual dapat diterima.
6. Seksualitas mempunyai arti yang berbeda bagi tiap individu, tergantung
dari maturitasnya.
|
3
|
Resiko
infeksi b.d prosedur invasif berulang
|
Setelah
diberikan asuhan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan
Pasien tidak mengalami infeksi dengan Kriteria Hasil:
a. Suhu tubuh normal (36-37 C)
b. Tak ada kemerahan sekitar shunt
c. Area
shunt tidak nyeri/bengkak
|
1. Pertahankan
area steril selama penusukan kateter
2. Pertahankan teknik steril selama kontak dg akses vaskuler: penusukan,
pelepasan kateter
3. Monitor
area akses HD terhadap kemerahan, bengkak, nyeri
4. Beri pernjelasan pada pasien pentingnya ↑status gizi
5. Kolaborasi pemberian antibiotik
|
1. Mikroorganisme dapat dicegah masuk kedalam tubuh saat insersi kateter
2. Kuman
tidak masuk kedalam area insersi
3. Inflamasi/infeksi
ditandai dg kemerahan, nyeri, bengkak
4. Gizi yang
baik ↑daya tahan tubuh
5. Pasien HD mengalami sakit kronis, ↓imunitas
|
4. Implementasi
Keperawatan
Implementasi dilakukan sesuai dengan
intervensi atau tindakan yang direncanakan.
5. Evaluasi
1. Pre HD
a. Nafas
kembali normal, tidak terdapat edema paru dan sianosis
b. Volume
cairan kembali dalam keadaan seimbang
c. Nutrisi
pasien kembali dalam keadaan seimbang
d. Ansietas
yang di alami menurun sampai tingkat dapat ditangani
e. Integritas
kulit tidak mengalami kerusakan
2. Intra
HD
a.
Resiko cedera tidak terjadi
b. Tidak
terjadi perdarahan
3. Post
HD
a. Dapat
beraktivitas seperti biasa
b. Harga diri
rendah dapat teratasi karena pola koping klien efektif
c. Tidak
terjadi infeksi
DAFTAR PUSTAKA
Ariany, Arin. 2013. Asuhan Keperawatan Hemodialisis. Di akses pada tanggal 23
Desember 2014 pada :http://arinariany.blogspot.com/2013/04/asuhan-keperawatan-hemodialisis.html
Herdman, T.
Heather. 2012.NANDA Internasional Diagnosis Keperawatan. Jakarta : EGC
NKF,
2006, Hemodialysis. Terdapat pada: http://www.kidneyatlas.org. PERNEFRI, 2003,
Konsensus dialisis. Sub Bagian Ginjal dan Hipertensi–Bagian Ilmu Penyakit
dalam. FKUI-RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo. Jakarta.
Smeltzer,
Suzanne C. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner &
Suddarth Edisi 8. Jakarta: EGC
Setiawati,
Wiwik. 2013. Laporan Pendahuluan Hemodialisa
.Di Akses Pada Tanggal 23 Desember 2014
Pada :
http://kesehatan-ilmu.blogspot.com/2012/01/laporan-pendahuluan-hemodialisa.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar